14 Oktober 2021

Belajar dari Safar



Alhamdulillah, semakin sering kami melakukan safar (baca: perjalanan ke kampung halaman) membuat kami semakin banyak belajar. Awalnya saya dulu membayangkan kerepotan pulang kampung dengan mobil pribadi ketika anak-anak masih kecil. Ternyata setelah dicoba sekali, ketagihan!

Sekarang, ketika akan pulang kampung, saya bahkan sering kali nggak ikut andil dalam menyiapkan perlengkapan anak-anak. Alhamdulillah...
Kadang masih ikut untuk cekricek saja apa yang kurang atau perlu ditanyakan seperti misalnya apakah anak-anak sudah menyiapkan sendal jepit dan sepatu, mukena, yang kenyataannya dijawab oleh mereka berdua "sudaaaah"...

Mbak Rizma yang beberapa tahun terakhir ini sudah memilih menggunakan tas sendiri saat packing, ternyata ditiru adeknya yang sekarang 4 tahun. Bedanya, adeknya membawa tas miliknya untuk tempat mainan, buku, dan mukena sedangkan baju ganti ia siapkan di koper.

Pernah suatu waktu kami pulang kampung, saya nggak cekricek lagi bawaan mereka. Ealah di kampung mereka mengalami kondisi "darurat" celana habis πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„
Dari situ kami belajar untuk perjalanan selanjutnya, agar memperkirakan jumlah pakaian dengan jumlah hari kami bepergian. Alhamdulillah kejadian ini nggak terulang lagi.

Selain tentang persiapan, kami juga belajar tentang fiqih safar seperti rukhsoh dalam sholat. Kami juga belajar tentang mengenal sesorang melalui safar. 

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, tidaklah mengapa kamu meng-qashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.”
(QS. An-Nisa, 4: 101)

Safar berasal dari bahasa arab, artinya “tampak”.

Kenapa tampak?

Safar atau melakukan perjalanan (jauh) selama beberapa hari akan menampakkan wajah asli dan akhlak seorang musafir (orang yang melakukan safar) apakah ia seorang penyabar, pelit, egois, atau sebaliknya.

Lalu saya jadi kepikiran, kalau kelak nyari mantu, ajak safar dulu biar tau wajah aslinya seperti apa 😁

Kami juga jadi belajar jenis-jenis safar. Trus jadi punya banyak PR untuk menyelipkan materi ini sebagai bekal untuk anak-anak ketika mulai beranjak dewasa. Jangan sampai ada safar yang bertujuan untuk maksiat.

Imam Asy-Syafi'i menyebutkan bahwa ada lima hal yang bisa didapat seseorang jika melakukan safar, atau merantau dengan niat yang mulia dan mengharap ridha-Nya semata, yaitu:

1️⃣ Menghilangnya kesusahan dan kesumpekan.

2️⃣ Mendapatkan penghidupan

3️⃣ Bertambah ilmu dan amal

4️⃣ Mendapatkan pelajaran tata krama

5️⃣ Bertambahnya kawan yang mulia

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
(QS. Al-Mulk, 67:15).

Kami juga belajar banyak pengetahuan umum seperti mengenal plat kendaraan, mengenal nama-nama kota dan gunung -karena kami cukup banyak melewati gunung-gunung dari di Jawa Barat, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur. Hihi... 

Dan pelajaran yang paling kami sukai dari safar adalah... TAFAKKUR ALAM.
Mengingat kembali ayat-ayat tentang gunung, bumi, langit, siang, matahari, awan, hujan, dan seterusnya. 

Selalu kami berusaha mengaitkan kegiatan yang kami lakukan dengan pelajaran iman melalui dialog iman. Kami berharap dengan begitu fitrah keimanan anak-anak akan tumbuh. Aamiin...

Bonus dari safar adalah kami semakin dekat. Karena mana lagi waktu panjang yang kami habiskan bersama dalam suatu tempat mungil hangat tanpa gangguan gatget? πŸ˜‰

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.