22 Februari 2022

Prasangka Ibarat Doa



Baru juga membatin "Duh, itu anak nggak ada diemnya, loncat sana loncat sini, jungkir balik, lari-lari, ntar jatuh gimana?!"

Tak lama kemudian terdengar suara anak terjatuh.

"Tuh kan!"

Kemudian berlanjut adegan orang tua yang marah karena "malas" melatih otak untuk berprasangka baik dan memenuhi dengan doa-doa baik untuk anak.

Fiuhhhh....

Benar sekali adanya bahwa prasangka adalah doa. Sering kan kita "mbok krenteg" apa di hati, eh tiba-tiba jadi kenyataan?
Maka alangkah baiknya jika kita menjadi orang yang selalu berprasangka baik.
Karena bahkan dalan hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah sesuai prasangka hamba-Nya.

Tapi saya akui memang tidak mudah untuk berprasangka baik, kecuali kita berusaha keras untuk terus melatih diri agar menjadi kebiasaan dan lama-lama menjadi karakter.

Saya punya pengalaman terkait hal ini. Banyak bahkan. Dan kemarin saya baca dalam buku misteri umur manusia, bahwa salah satu keutamaan ummat Nabi Muhammad adalah dikabulkannya doa sebelum berdoa. Ma sya Allah
Aduhai ummat Islam, tidakkah kau meleleh meengetahui hal ini?

Sering mengalami kan?
Saya juga.

Salah satunya adalah ketika di rumah saya, rutinitas setelah sholat berjamaah menjadi momok yang awalnya membuat saya menarik nafas dalam-dalam. Simpel saja alasannya, saya mau anak saya merapikan peralatan sholat di tempatnya.

Namanya juga anak-anak. Segera kembali bermain tentu lebih menarik dari pada sekadar melipat mukena dan sajadah. Ya jangankan mereka, kita yang dewasa saja tidak jarang "lupa" merapikan alat sholat karena terdistrak dengan kegiatan yang tak direncanakan. Hingga tak sadar, anak meniru kita orang tuanya. Yap! Berkaca dulu sebelum mau berubah. Apalagi maunya yang berubah itu orang lain. 

Oke, saya pun menerima jika suami atau anak saya mengingatkan saya ketika saya lupa merapikan alat sholat meski awalnya memberi seribu satu alasan, hahaha...

"Iya kan tadi mau bla bla bla jadi lupa deh."
"Eiya tadi tuh mau balik lagi buat dzikir terus adek bangun."
dan seterusnya 😆

kalimat itu diganti dengan "Oh iya, terima kasih ya sudah diingatkan." 

Intinya akui dulu kalau kita juga tak luput dari kealpaan.

Kemudian, kebiasaan menarik nafas dalam-dalam karena kecewa dengan anak pelan-pelan saya ubah menjadi senyum berkekuatan doa. 

Yang tadinya kesal, mengomel dalam hati sambil membereskan mukena anak, diubah menjadi prasangka baik sambil senyum membereskan mukena anak.

Coba lihat, sama-sama mukena anaknya rapi tapi dalam dua kondisi. Yang satu hatinya kesal, yang satu hatinya adem. Milih mana?

Untuk menuju proses ini saya perlu reframing dan self coaching. 

Alhamdulillah saya pun -dengan kemudahan dari Allah- terbiasa senyum merapikan mukena anak sambil berbisik "Mungkin besok dia mau membereskan mukena dan sajadahnya. Nggak papa hari ini belum mau."

Begitu seterusnya hingga dalam waktu yang tak lama, Allah mengijabah bisikan saya.

See?
Prasangka adalah doa. 


Anak saya sekarang senang beres-beres bahkan tak hanya alat sholatnya. Alat sholat saya dan papahnya kalau menempati tempat alat sholatnya segera dia pindahkan. Karena menurutnya rapi itu sesuai jatah masing-masing. Hahaha...

Kamar juga dia rapikan setelah shubuh. Lucunya, agar kamar segera rapi, dia bangunkan adiknya yang masih tidur karena terlihat belum rapi kalau masih ada yang tidur di atas kasur. Atau diminta pindah kamar. Ma sya Allah ma sya Allah...
Kadang dia yang kesal karena baju saya diletakkan begitu saja di atas kasur saya karena saya akan sholat memakai baju khusus sholat. Saya pun sering mencari baju atau benda-benda yang dia rapikan dalam waktu sekejap. Yap! Nggak hanya habis shubuh beres-beresnya. Barokallohufiih ♥️


Saya juga punya pengalaman serupa bersama anak kedua saya.

Salah satu tantangan saya dari anak kedua saya adalah ketika mengingatkan dia akan adab ketika minum. Saya bersusah payah mengingatkan dan meneladankan kepadanya bagaimana adab ketika minum. Namun, anak saya itu seperti sengaja minum dengan berdiri, pakai tangan kiri. Sudah kami ingatkan juga tetap memilih berdiri minumnya. 

Dari pada lelah memaksa anak, lebih baik tetap teladankan dan ingatkan sambil terus berprasangka baik. Bahwa mungkin kali ini belum mau mengamalkan adab minum, mungkin nanti siang, nanti malam, besok, atau lusa. Begitu seterusnya prasangka baik saya usahakan. Karena saat berprasangka baik padanya, artinya saya juga sedang berprasangka baik pada Allah. Dan Allah sesuai prasangka hamba-Nya.

Alhamdulillah, apa yang saya yakini membuahkan hasil. Sekarang, anak kedua saya bahkan kalau minum menghadap kiblat, duduk, dan minum dalam tiga tegukan yang tiap tegukannya diawali dengan basmalah dan diakhiri dengan hamdalah.
Ma sya Allah, barokallohufiiih ♥️

Melihat semua itu, saya pun tersenyum geli sembari bersyukur tiada tara karena Allah telah melimpahkan kebaikan ini pada anak kami. Alhamdulillah bi ni'matihi tatimmush sholihaat ♥️

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.