Alhamdulillah...
Akhirnya berlebaran dirumah mertua, setelah tahun kemarin gagal
berlebaran disana sebelum dirumah bunda. Meski saat itu tiket sudah ditangan dan
ternyata gagal dipakai, yang penting kehamilan bunda aman dan alhamdulillah
Rizma sehat.
Kembali ke topik. Berlebaran di Ponorogo.
Banyak sekali yang bunda suka dari Kabupaten Ponorogo yang
lebih dikenal dengan sebutan kota Reyog (atau Reog). Mulai dari rumah-rumah
warga yang menurut bunda tergolong sangat sederhana, tapi karena kerapihan dan kebersihannya
menjadi enak dipandang. Meski letak rumah-rumah sangat sederhana itu di tengah
kota, tetap saja bagi bunda seperti berada di desa karena suasananya. Penghuni-penghuninya
pun masih banyak yang tergolong tua. Mereka bahkan masih sehat dan beraktifitas
dengan lancar selayaknya anak muda. Kemudian, jajanan yang disajikan untuk para
tamu, masih jajanan tradisional yang umumnya
dibuat sendiri. Seperti madu mongso, rangginan (kalau bunda taunya rengginang), kembang goyang, merning, jenang, dan lain-lain. Yang unik dan baru pertama kali bunda temukan, yakni disediakannya wadah kosong di meja. Ternyata setiap rumah sama, mereka menyediakan untuk sampah-sampah kecil seperti kulit kacang agar para tamu yang berkunjung mengumpulkan sampah di wadah tersebut. Jadi kepikiran, kok dirumah gak begitu aja ya? Selain rajin dan bersih, cara ini juga meringankan pekerjaan si empunya rumah dalam hal bebersih. Lagi, karena di sana kebudayaannya bukan nge-teh seperti di Tegal, hampir di semua rumah tersedia air mineral gelasan di meja tamunya. Jadi tak perlu repot-repot membuat teh manis hangat untuk para tamu dan kemudian mencuci gelasnya setelah para tamu pergi seperti di rumah Tegal. Kasian deh kalau misalkan dirumah tinggal satu orangtua yang menerima tamu, harus repot-repot nyalakan kompor untuk menyajikan teh manis hangat. Belum lagi kalau tamunya keburu pulang dan tehnya belum jadi, ah... betapa repotnya ‘orang’ itu. Kenapa sih begitu? Anggapan mereka air mineral gelasan itu untuk anak kecil saja, orang tua teh manis hangat.
dibuat sendiri. Seperti madu mongso, rangginan (kalau bunda taunya rengginang), kembang goyang, merning, jenang, dan lain-lain. Yang unik dan baru pertama kali bunda temukan, yakni disediakannya wadah kosong di meja. Ternyata setiap rumah sama, mereka menyediakan untuk sampah-sampah kecil seperti kulit kacang agar para tamu yang berkunjung mengumpulkan sampah di wadah tersebut. Jadi kepikiran, kok dirumah gak begitu aja ya? Selain rajin dan bersih, cara ini juga meringankan pekerjaan si empunya rumah dalam hal bebersih. Lagi, karena di sana kebudayaannya bukan nge-teh seperti di Tegal, hampir di semua rumah tersedia air mineral gelasan di meja tamunya. Jadi tak perlu repot-repot membuat teh manis hangat untuk para tamu dan kemudian mencuci gelasnya setelah para tamu pergi seperti di rumah Tegal. Kasian deh kalau misalkan dirumah tinggal satu orangtua yang menerima tamu, harus repot-repot nyalakan kompor untuk menyajikan teh manis hangat. Belum lagi kalau tamunya keburu pulang dan tehnya belum jadi, ah... betapa repotnya ‘orang’ itu. Kenapa sih begitu? Anggapan mereka air mineral gelasan itu untuk anak kecil saja, orang tua teh manis hangat.
Ya.. begitulah bedanya Tegal dan Ponorogo.
Tapi dua-duanya merupakan kampung halaman kami, dengan
segala perbedaanya, kami mencintai dua kota itu.
Selamat Idul fitri, mohon maaf lahir dan batin atas segala ukiran yang kurang berkenan.
Mudah-mudahan Ramadhan kali ini membawa barokah dalam hari-hari kita. Amin
Selamat Idul fitri, mohon maaf lahir dan batin atas segala ukiran yang kurang berkenan.
Mudah-mudahan Ramadhan kali ini membawa barokah dalam hari-hari kita. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.