Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Kaum Muslimin sepatutnya menyambut kedatangan sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah. Hal tersebut karena Allah SWT telah menjadikan
hari-hari pertama bulan Dzulhijjah sebagai "musim kebaikan" baik bagi
para jamaah haji maupun bagi yang sedang tidak melaksanakan rukun Islam
kelima tersebut.
Allah SWT bersumpah demi sepuluh hari itu (QS. Al Fajar: 1-2), dan
tiadalah sumpah dikemukakan oleh Tuhan kecuali di dalamnya terkandung
keagungan dan keutamaan tempat, waktu maupun keadaan.
Bagi para jamaah haji, pemanfaatan momentum sepuluh hari bulan
Dzulhijjah akan meningkatkan kualitas dan konsentrasi ibadah haji serta
syiar Islam secara keseluruhan.
Sedangkan bagi yang tidak melaksanakan haji, bersungguh-sungguh
beribadah pada hari-hari tersebut kualitasnya menyamai jihad fi
sabilillah, karena keutamaan awal sepuluh hari Dzulhijjah semisal
keutamaan sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebut bahwa keistimewaan sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah disebabkan oleh berkumpulnya ibadah-ibadah utama yang
terdiri dari: shalat, sedekah, puasa dan haji.
Sedangkan Ibnu Katsir menukil riwayat dari Ibnu Abbas RA menyatakan
bahwa Allah SWT mewahyukan Taurat kepada Musa AS yang didahului dengan
berpuasa selama 40 hari; 30 hari disinyalir berada pada bulan
Dzulqa’dah dan 10 hari lainnya awal Dzulhijjah. Puasa itu menjadi
penyempurna turunnya Taurat kepada Musa, dan pada bulan yang sama Allah
SWT menurunkan wahyu terakhir Alquran kepada Rasulullah SAW.
Di bulan Dzulhijjah, Allah SWT menggabungkan keharaman waktu
(Dzulhijjah sebagai salah satu bulan haram), keharaman tempat (Makkah
dan Madinah sebagai tanah Haram), dan keharaman kondisi/momentum
(berhaji di Baitul Haram yang menjadi profil paripurna seorang Muslim).
Maka, berbagai keistimewaan tersebut menjadikan bulan Dzulhijjah
sebagai bulan istimewa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Tidak ada
suatu hari yang perbuatan baik di dalamnya lebih dicintai oleh Allah
SWT daripada amalan sepuluh hari."
Para sahabat bertanya, "Tidak pula jihad fi sabilillah (lebih baik
darinya)?"
Rasulullah SAW menjawab, "Tidak pula Jihad di jalan Allah (lebih baik
darinya), kecuali seorang laki-laki yang keluar rumah dengan mambawa
jiwa dan hartanya serta pada saat pulang tidak membawa apa-apa." (HR.
Bukhari).
Karena keistimewaan itu, beberapa perbuatan baik yang istimewa
dilakukan di antaranya:
1. Menjalankan ibadah haji bagi mereka yang mampu melaksanakannya.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa melakukan ibadah haji di rumah
ini dan tidak berkata kotor maupun tidak berguna, maka dosanya akan
dihapuskan sebagaimana bayi yang baru keluar dari rahim ibunya." (HR.
Bukhari-Muslim).
2. Puasa sunah tarwiyah dan arafah. Adalah Rasulullah SAW yang berpuasa
pada tanggal 9 Dzulhijjah, Hari Asyura dan tiga hari dalam setiap
bulan." (HR. Abu Daud).
3. Memperbanyak takbir, tahmid dan tahlil. Dari Ibnu Umar RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada hari yang perbuatan baik di
dalamnya lebih agung di sisi Allah dan dicintai-Nya dibanding sepuluh
hari. Maka perbanyaklah tasbih, tahmid, tahlil dan takbir di dalamnya."
(HR. Tabrani).
4. Melaksanakan penyembelihan kurban (jika mampu). Dari Ummu Salmah RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian menyaksikan bulan
Dzulhijjah dan berkeinginan untuk berkurban, maka janganlah mengambil
sekecil apa pun bagian dari rambut maupun kukunya sampai ia
disembelih." (HR. Muslim).
5. Memperbanyak ibadah sunah semisal berpuasa, shalat, sedekah, membaca
Alquran dan semacamnya. (QS. Ali Imran: 133).
Demikianlah keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan
harapan kaum Muslimin dapat memanfaatkan momentum istimewa dengan amal
ibadah yang bernilai istimewa. Wallahu a'lam.
Sumber: inbox gmail :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.