21 Oktober 2015

Saya Malu

Malam itu, saya dan suami hendak membeli beras di suatu swalayan. Karena kedatangan kami sudah masuk waktu isya, akhirnya kami memutuskan untuk sholat sebelum membeli beras. Kami berpisah karena salah satu hendak ke kamar kecil dulu.

-Mushola wanita-
Selesai wudhu, saya memilih menggunakan mukena mushola karena bersih, tidak lama kemudian seorang wanita berjilbab juga (maaf, lebih pendek dari saya (meski saya sendiri jilbabnya ngga begitu
panjang) selesai dari wudhu'nya masuk ke mushola, sebut saja Tari namanya.
Saya    : "Ayo mba, berjamaah."
Tari     : "Oh, ayuk, ehmmm."
Saya    : "Ayo mba?"
Tari     : "Tapi saya qobliyah dulu ya, sudah biasa."
Saya    : "Iya mba, saya juga kalau begitu."
Kedua wanita itu kemudian sholat sunnah qobliyah. 

Selesai sholat sunnah, saya dan mba Tari sama-sama segan untuk mengimami sholat isya. Akhirnya setelah saling malu, mba Tari terpilih menjadi imamnya. Mba Tari bilang, "pelan-pelan saja, ya mba."

Sholat isya, dimana bacaannya nyaring, saya mendengarkan suara lirih mba Tari yang rasanya sangat grogi menjadi imam. Dua rakaat saya ingatkan bacaan surat pendeknya. Kebetulan saya hafal, surat Al'alaq dan Al'adiyat.

Selesai sholat isya, mba Tari meminta maaf sejadi-jadinya pada saya karena grogi dan banyak bacaan yang salah serta lupa.
"Maaf ya mbak, untung makmumnya pinter, sekali lagi maaf ya mbak."
Sontak saya langsung merespon dengan kalimat yang sekiranya tidak membuatnya bersalah. Saya dan mba Tari pun akhirnya berpisah dengan keluarnya saya dari mushola. Mungkin mba Tari melanjutkan dengan sholat sunnah ba'diyah. Saya, sudah tahu kalau suami pasti sudah menunggu lama. Dan memang benar, sampai beliau sudah tilawah di kursi tunggu.

Beliau mengira saya pingsan, karena lama sekali tidak kunjung selesai dan keluar dari mushola. Saya bercerita tentang pertemuan saya dan mba Tari.

Saya sangat malu, kenapa dari awal saya tidak mempersilakan diri saya untuk menjadi imam. Saya merasa bersalah dengan mba Tari, karena sepertinya ia sangat grogi menjadi imam sampai bacaan surat pendeknya banyak yang lupa. Pertama, saya pikir dia yang memilih sholat sunnah qobliyah, bisa jadi ilmu agamanya lebih bagus dari saya, karena saya tidak pernah memandang sebelah mata orang yang pendek jilbabnya. Karena banyak orang yang saya temui dengan jilbab tidak panjang tapi akhlaknya lebih baik dari pada yang berjilbab panjang. Mba Tari juga terlihat lebih tua dari saya. Karena itu saya menghormatinya dengan mempersilakannya menjadi imam.

Saya sangat malu, mba Tari saja terbiasa sholat sunnah rowatib, bacaan sholatnya memilih dua surat yang lebih panjang dibanding al-ikhlas atau al-kafirun.

Apa kabar hafalan surat-surat jika tidak pernah dilantunkan saat sholat?

post signature



4 komentar:

  1. biasanya begitu ya mbak mempersilakan yang lebih senior untuk menjadi imam.

    BalasHapus
  2. tapi kalo isya, gak usah qobliyah mbak, abis isya baru ba'diyah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dua-duanya ngga apa pak budi, salah satu jg ngga salah. makasih kunjungannya :)

      Hapus

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.