28 November 2018

[Review] Jatuh Hati pada Montessori

reviuw buku jatuh hati pada montessori

Buku berjudul "Jatuh Hati Pada Montessori" membuat saya benar-benar jatuh hati pada metode ini. Banyak sekali rasa syukur dan takjub saat membaca halaman demi halaman buku ini karena saya
menerapkan secuil metode ini dalam membersamai tumbuh kembang anak sulung saya, Rizma. Hanya saja, saya menerapkan metode montessori tanpa tahu filosofinya. Begitu saya membaca buku ini, saya langsung bersyukur dan takjub atas filosofi yang terkandung dalam metode montessori.

Filosofi metode montessori sendiri, menurut saya bisa diterapkan dalam kegiatan bersama anak-anak meski tanpa ada penerapan metodenya.

Saya share garis besar isi buku ini ya... Semoga bisa jelas dalam menuliskan kembali apa yang saya baca.

Bagian pertama buku ini membahasan tentang penemu metode montessori, yaitu dr. Maria Montessori. Juga tentang sejarah lahirnya metode ini di Cassa de Bambini. Yang penulis digarisbawahi dari bagian ini adalah bahwa anak-anak membutuhkan kegiatan yang bermakna, yang tidak hanya untuk menyalurkan energi mereka yang meruah, tetapi juga agar mereka merasa bermanfaat dan berharga.

"Tidak ada anak yang nakal, karena semua yang Alloh berikan untuk kita pasti baik. Bila ada perilaku mereka yang kurang pas atau membuat kita terkadang ingin membenturkan kepala ke tembok, yuk mari kita evaluasi lagi. Jangan-jangan kita yang gagal menerjemahkan perilaku mereka. Jangan-jangan perilaku tersebut hanyalah "teriakan" mereka akan kebutuhan mereka yang tak terpenuhi, yang tak berhasil kita pahami."

Bagian kedua buku ini, membahas pentingnya 6 tahun pertama kehidupan. Penulis berbagi tentang pembagian usia dalam metode montessori, masa kepekaan dan juga beberapa tabel.

Dalam bagian ini, dijelaskan bahwa 6 tahun pertama kehidupan manusia, ada periode penting yaitu Absorbent mind atau proses anak dalam mencerna dan mendapatkan pengetahuan dari lingkungan sekitarnya. Absorbent mind ini dibagi menjadi dua periode yakni: Unconscious mind (0-3 tahun) dan Conscious Mind (3-6 tahun).

Pada tiga tahun pertama, anak menyerap apa pun di sekitarnya seperti spons. Jadi, anak membutuhkan sebanyak mungkin informasi melalui interaksinya dengan lingkungan. Nah, di sinilah stimulasi untuk kelima inderanya sangat dibutuhkan untuk menjadi tabungan pengalaman pada tahap berikutnya. Karena itu, sebisa mungkin kegiatan anak-anak di usia ini mencakup keseluruhan indera, bukan hanya salah satu indera saja seperti penglihatan misalnya.

"Before three, the function are being CREATED, After three, they DEVELOP."
_Maria Montessori_ 

Di bagian kedua ini, penulis juga membahas tentang  masa kepekaan anak, yang dibagi dalam 6 bagian yaitu:
  1. Kepekaan terhadap keteraturan.
  2. Kepekaan terhadap lingkungan.
  3. Kepekaan terhadap benda-benda kecil.
  4. Kepekaan terhadap pergerakan.
  5. Kepekaan terhadap bahasa.
  6. Kepekaan terhadap kelima indera
Yang perlu di highlight di sini adalah:

1. Banyak sekali hal yang menjadi penyebab anak tantrum. Salah satunya adalah kegagalan dalam memprediksi hal yang akan terjadi selanjutnya.

Karena bagi anak, keteraturan adalah kebutuhan.

2. Jika kita menginginkan mereka menjadi anak yang peduli pada lingkungannya, bukankah yang kita perlukan adalah memanfaatkan dan menjaga fitrah baik mereka yang memang sudah ada?

3. Ketika anak peka terhadap hal yang kecil dan kita memanfaatkan momen kepekaan ini dengan sebaik-baiknya, anak akan tumbuh sebagau anak yang sensitif terhadap detail. 

Penulis mencontohkannya dengan kegiatan bersama murid-muridnya ke kebun binatang. Kemudian pada akhir kegiatan mereka berbincang tentang hal apa yang paling mereka ingat di kebun binatang, dan salah seorang anak berkata "Tadi aku lihat ada semut."

What???
Iya, semut yang diingatnya. Andai saja penulis tak memahami bahwa mereka sedang berada dalam fase kepekaan terhadap hal-hal kecil, saat itu rasanya penulis mau nangis saja.

4. Anak usia dini membutuhkan kesempatan untuk bergerak dan mengeksplorasi lingkungan sekitarnya.

Jadi, hindari sekolah yang model ruang belajarnya tidak memungkinkan anak untuk leluasa bergerak dan mengeksplorasi lingkungannya. Dan ternyata ini adalah sebabnya kenapa saat presentasi pink tower dan brown stair directris membawa kesepuluh potong bagian material tersebut satu per satu ke alas kerja. Masya Alloh! Ternyata untuk memberi kesempatan kepada anak agar dapat bergerak, selain juga memang agar anak merasakan perbedaan berat benda berdasarkan ukurannya. 

5. Seorang anak usia 4 tahun di kelas penulis pernah bertanya "Bu Vidya terlambat ya? Oh, Bu Vidya capek? Terus perjalanan macet, ibu kecewa ya, Bu?" saat penulis terlambat masuk kelas. Bagaimana mungkin mereka bisa berempati seperti itu? Satu-satunya kemungkinan adalag bahwa begitulah cara ia diperlakukan.

Berkomunikasi adalah cara kita membangun koneksi dengan orang lain. Anak membutuhkan model yang dapat ditiru untuk dapat berkomunikasi dengan positif. 

Ya! Jadi jangan salahkan anak kalau gaya bicaranya 'kurang baik', bisa jadi kitalah yang berperan besar terhadap hal itu.

Masya Alloh, saya jadi ingat Rizma yang saat itu belum empat tahun tapi sangat peka terhadap saya yang sedih. Dia pasti tahu dan bertanya "Bunda sedih? Bunda kenapa kok wajahnya sedih?" Lalu kami lanjut berpelukan. I Love you Rizma ... 


Salah satu tugas kita sebagai orang dewasa di sekeliling anak adalah memantau dan menstimulasi perkembangan komunikasi verbal anak pada masa kepekaannya.

6. Maria Montessori meyakini bahwa seluruh indera anak merupakan bagian yang sangat peka dan perlu distimulasi. Bahkan beliau mengungkapkan bahwa lidah sebagai indera pengecap dan tangan sebagai bagian dari indera peraba merupakan dua instrumen penting bagi perkembangan aspek kognitif anak.

Sering kan, melihat anak kita berkali-kali melempar benda atau berkali-kali memasukkan benda ke mulutnya padahal sudah kita larang? Mereka bukanlah sengaja ingin membuat kita marah, melainkan sekedar berupaya memenuhi kebutuhan tumbuh kembang, yaitu menstimulasi indera.

Masya Alloh, seandainya kita tahu tentang ini, rasanya malu bila kita melarang anak-anak untuk mengsplorasi benda-benda di sekitarnya. Tentu bukan artinya kita membiarkan anak kita melempar barang sesukanya dan memasukkan segala benda ke mulutnya. Namun bila kita paham bahwa itu adalah bagian dia upayanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya, kita akan leih tenang saat merespons perilaku anak. Sebisa mungkin, saat merencanakan kegiatan anak, perbanyak kegiatan yang melibatkan sebanyak mungkin indera anak. 

Mungkin lebih sulit dan kompleks, dibandingkan menyiapkan kegiatan yang hanya menstimulasi salah satu indera, tapi ketika kita sudah memilih untuk berada di lingkungan yang membantu tumbuh kembang anak, rasanya tentu pilihan kita akan jath pada kegiatan yang mengutamakan kepentingan anak di atas kepentingan kita, kan? -Vidya-

Sampai sini, saya semakin jatuh cinta pada metode Montessori. Alhamdulillah ya Alloh dipertemukan dengan berbagai media belajar untuk mengenal metode ini.

Bagian ketiga, penulis membahas tentang penemuan-penemuan penting Maria Montessori di Cassa de Bambini.
Karena berasal dari observasi atas perilaku anak, maka metode ini menghasilkan solusi dan cara penanganan yang PRO-ANAK. Disinilah penulis beranggapan bahwa Montessori bukan sekadar teori indah yang sempurna, tetapi juga sangat dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Apa saja penemuan itu? Saya tulis poin-poinnya saja ya, karena puanjang pol kalau dijabarkan. Hehehe...
  • Kecintaan anak pada pengulangan (Repetition)
  • Kecintaan pada kegiatan dengan material, bukan mainan.
  • Anak tidak memerlukan hukuman, anak pun tidak memerlukan reward.
  • Anak-anak menyukai suasana yang tenang, karena berkaitan dengan tingginya tingkat konsentrasi anak.
  • A sense of personal dignity. Karena kemampuan merawat diri adalah bagian dari kemampuan menjaga kehormatan diri.
  • Tentang Kemandirian. Bahwa dalam metode montessori, anak diberi kebebasan memilih untuk mengeksplorasi material sendiri atau bersama teman. Kita juga orang dewasa bebas memilih akan berkegiatan sendiri atau bersama kan? Juga perlunya meminta izin apabila akan membantu, serta mengajarkan cara menolah yang sopan.
  • Tentang disiplin diri. Jika sudah di perkenalkan dan dibiasakan, anak-anak ternyata mempunyai disiplin diri yang baik.

Belajar adalah tentang proses, bukan hasil karena belajar membutuhkan waktu yang tidak bisa terburu-buru. Semua sudah sesuai dengan takarannya, sudah sesuai dengan fitrahnya sebagai anak-anak, sebagai seorang manusia.

Belajar juga merupakan kesempatan untuk mengembangkan diri pada beragam aspek seperti kemampuan me-recall, me-review, memberi judgement tertentu terhadap hal yang sudah dilakukan, berlatih memperbaiki kesalahan, serta belajar mengomunikasikan keinginan kepada orang lain.

Kemampuan menyelesaikan tugas akan membuat anak mempunyai citra diri yang positif karena merasa dirinya berhasil melakukan sesuatu.

Bagian kelima, penulis membahas tentang filosofi Montessori itu sendiri. Apa saja?
    apa filosofi montessori
    source: pinterest
  • Anak bukanlah kertas kosong.
  • Follow the child.
  • Freedom with limitation
  • Respect the child
  • Filosofi penggunaan alas kerja
  • Meaningful Activity-Future Learning
  • Konkret- abstrak
  • Sederhana- kompleks
  • Penguasaan materi: Maju-mundur
  • Self Correction
  • Penggabungan usia
  • Penggunaan istilah "WORK"
  • Kolaborasi, bukan kompetisi
Nah, di bagian ini saya banyak sekali mengangguk-angguk, beberapa kali merasa JLEB, dan berkali-kali bersyukur juga.

Bagian keenam, penulis membahas tentang pentingnya pengajaran dalam 5 area montessori

1. Area praktik kehidupan sehari-hari (Practical Life)

2. Area Sensoris (Sensorial)

3. Area budaya dan ilmu pengetahuan

4. Area Matematika (Mathematics)

5. Area Bahasa dan Literasi (Language)

Penulis juga membahas tentang tahapan membaca dalam metode montessori. Alhamdulillah meski saya nggak 100% menerapkan, tapi memang lebih efektif dibanding metode jadul/mengeja. Dan saya jadi ngeh kenapa Rizma di usia sekitar lima tahun itu mudah sekali diajarkan membaca. Masya Alloh, banyak ternyata yang saya temukan di buku ini.



Bagian ketujuh, penulis membahas tentang peran seorang guru montessori dan juga tips-tips dalam memilih sekolah.

Lengkaaaap sekali bukunya! Saya bersyukur bisa membaca buku ini dan selesai hanya dalam beberapa kali baca saja. Dan tak ada bosan bila membaca ulang. Alhamdulillah...

Buku ini sangat cocok dibaca buibuk, calon ibuk, pakbapak, calon pakbapak, dan pastas sekali dijadikan hadiah! Bukan hanya yang akan menerapkan metode montessori kok, tapi lebih dari itu. Karena montessori bukanlah sekadar aparatus mahal atau tuang-menuang air dan beras, bukan.

Montessori lebih cocok bila dimaknai sebagai sebuah filosofi. Jadi, kurangnya pemahaman tentang filosofi montessori bisa saja membuat anak kehilangan esensi dari sebuah kegiatan. Dengan memahami filosofinya, in sya Alloh kita sebagai guru pertama anak-anak kita akan lebih "pro-anak" dalam membersamai mereka bertumbuh-kembang. 

Terimakasih Mba Vidya... Semoga Alloh membalas kebaikanmu karena telah berbagi lewat buku ini. I love you, mba...

Terakhir, saya kasih oleh-oleh dari penemu metode ini ya, hehehe...

filosofi metode montessori


__________

Info Buku:
Judul "Jatuh Hati pada Montessori"
Penulis -Vidya Dwina Paramita
Penerbit Bentang Pustaka
Jumlah halaman 224


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.