Dari sumber ini, disebutkan bahwa mewarnai dapat mematikan. Maksudnya adalah mematikan imajinasi dan kreativitas anak. Menurut saya, hal ini dapat dibenarkan bila anak tidak pernah menggambar bebas. Artinya, dari awal anak hanya mewarnai objek. Tidak pernah sekali pun menggambar bebas sesuai imajinasi yang dia punya. Namun, bila mewarnai dilakukan setelah tahap menggambar bebas, menurut saya ini bukan mewarnai yang mematikan.
Rizma menggambar Dinosaurus |
Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa menggambar bebas sesuai imajinasi anak lebih baik dari pada sekedar mewarnai objek. Mungkin kebanyakan anak akan mahir mewarnai dibanding mahir menggambar sesuai imajinasi. Inilah yang disebut mewarnai menghambat kreativitas anak. Jadi, persoalannya adalah banyak orangtua bahkan pendidik lebih memilih menyodorkan buku-buku mewarnai kepada anak sebagai sarana untuk melatih kemampuan coret-mencoretnya. Padahal pada buku-buku tersebut yang disediakan hanyalah sejumlah gambar dan anak tinggal memberi warna. Hasilnya, anak menjadi terpaku pada gambar tersebut. Dari sinilah kenapa kegiatan mewarnai malah jadi pembelenggu berkembangnya kreativitas anak.
Kalau saya, tahap pertama untuk menstimulasi berkembangnya kreativitas (dalam hal ini
menggambarkan apa yang ada di pikiran) adalah dengan menggambar bersama anak. Saya dan Rizma sama-sama menggambar dalam kertas kosong. Kemudian masing-masing dari kami menceritakan apa yang digambar.
Jadi, tidak mendikte anak dengan menyodorkan lembar bergambar yang sudah siap untuk diberikan warna. Tahap ini dilakukan setelah anak sudah sering menggambar. Malah lebih sering mewarnai gambarnya sendiri.
Dengan cara ini, alhamdulillah dan memang saya amati Rizma suka menggambar. Meski mungkin penilaian orang gambarnya belum sempurna, tapi menurut saya gambarnya sudah berciri khas. Dan yang utama adalah dia menggambar dengan senang untuk menyalurkan ide di kepalanya.
menggambarkan apa yang ada di pikiran) adalah dengan menggambar bersama anak. Saya dan Rizma sama-sama menggambar dalam kertas kosong. Kemudian masing-masing dari kami menceritakan apa yang digambar.
Jadi, tidak mendikte anak dengan menyodorkan lembar bergambar yang sudah siap untuk diberikan warna. Tahap ini dilakukan setelah anak sudah sering menggambar. Malah lebih sering mewarnai gambarnya sendiri.
Dengan cara ini, alhamdulillah dan memang saya amati Rizma suka menggambar. Meski mungkin penilaian orang gambarnya belum sempurna, tapi menurut saya gambarnya sudah berciri khas. Dan yang utama adalah dia menggambar dengan senang untuk menyalurkan ide di kepalanya.
RESPONS SALAH
Pada sumber bacaan di awal tulisan, disebutkan bahwa tidak kalah penting, respon dari orangtua kala anak sedang mewarnai. Umumnya, yang terlontar adalah respon yang tidak tepat, semisal, "Jangan keluar garis, dong!" atau, "Jangan berantakan ya mewarnainya, bisa-bisa kertasnya jadi kotor." Bahkan ada pula orangtua yang sampai memegangi tangan anaknya agar mewarnainya tidak berantakan. Ini semua adalah tindakan keliru yang malah membuat anak tertekan sehingga dapat menghambat berkembangnya imajinasi anak.
Demikian pula dengan respon, "Lho... kok warnanya itu." Atau, "Jangan diberi warna itu dong, enggak pas." Padahal pemilihan warna yang menurut orangtua tidak tepat itu, hanyalah persepsi orangtua saja. Justru yang harus dilakukan orangtua adalah menanyakan alasan si anak mengapa ia melakukan itu atau memilih warna tersebut, yang mungkin menurut persepsi orangtua tidak naturalis.
Pernah mendengar cerita tentang anak yang menggambar daun dan diberi warna cokelat daunnya? padahal umumnya daun berwarna hijau. Nah, yang sebaiknya orangtua tanyakan adalah: "Kok warnanya cokelat, kenapa?" Bisa jadi jawabannya adalah daun ini kering, jadi berwarna cokelat. Inilah imajinasi anak. Bila ini dihambat, kelak bisa berakibat memengaruhi rasa percaya dirinya.
Cara lain bila orangtua memang ingin memberikan inspirasi kepada anak, sebaiknya orangtua menggambar sendiri di kertas lain, kemudian tunjukkan kepada anak, "Ini lho, Ibu menggambar pantai, bagus enggak?" Melalui cara ini, anak akan mengamati gambar ibunya dan niscaya ia dapat memperoleh inspirasi dari situ.
YANG HARUS DIWASPADAI
1. Ketika anak dipaksa melakukan kegiatan mewarnai (disodori buku mewarnai dan diminta untuk mengerjakannya), bukan karena kebutuhan atau keinginan anak itu sendiri, maka kegiatan itu hanya sekadar meningkatkan kemampuan anak dan bukan menumbuhkan minat/keinginan untuk menulis atau menggambar pada anak. Padahal tujuan utama pemberian beragam kegiatan sebagai stimulasi adalah untuk mengembangkan minatnya. Akibatnya, anak tidak berhasil menemukan konsekuensinya. Contoh, anak tidak akan memahami konsep bahwa kalau tidak bisa menggambar, nanti aku tidak bisa membuat komik, misalnya.
2. Terkadang orangtua/pendidik tidak memerhatikan tingkat kesulitan materi yang disodorkan pada anak. Idealnya memang dari yang mudah, lalu meningkat kepada yang sulit. Kalau anak langsung dihadapkan pada yang sulit, dapat menjadi hopeless atau kecewa, serta merasa dirinya tidak mampu.
3. Beri kebebasan pada anak untuk mengapresiasi sendiri hasil karyanya. Yang penting ada contoh-contoh yang secara naturalistik disampaikan kepada anak. Contoh, dengan melihat langsung atau melalui film, untuk menyampaikan bahwa daun warnanya hijau.
Astronot versi Rizma, manggambar di kursi makan |
Pernah suatu waktu Rizma menggambar. Kemudian terjadilah percakapan antara Rizma (R) dan bunda (B):
B: rizma gambar apa?
R: gambar orang.
B: orangnya lagi apa?
R: lagi sedih
B: sedih? Emang kenapa?
R: mmm, ga punya mainan. Nih nangis (sambil kasih gambar garis vertikal dibawah mata -air mata-)
B: ooou, rizma mau pinjemin mainan ga biar kakak yg digambar ga sedih lagi?
R: iyah (sambil gambar mainan di pojok kiri bawah)
B: itu mainan apa?
R: itu permen-permenan (sambil melanjutkan menggambar tangan, kaki, kantong baju -sambil bercerita-
Kadang yah, hanya dengan mengamati apa yang orang dewasa lakukan, anak-anak bisa banyak belajar.
Tentang menggambar, seperti tulisan yang saya share di atas adalah bahwa bila anak menggambar itu jangan sampai kita mematikan imajinasinya. Biarkan ia berimajinasi sesuai apa yang ada dipikirannya. Meski kadang gregetan "ingin membetulkan" tetapi sejatinya ia sedang belajar memvisualsasikan apa yang ia pikirkan.
Menurut saya, lembar atau buku mewarnai itu tidak mengapa digunakan, asalkan anak sudah sering menggambar dan mewarnai bebas tanpa instruksi.
Dulu saya pernah takjub dgn rizma yg "tahu-tahu" bisa mewarnai lebih rapi, tanpa keluar garis. Padahal saya amat sangat jarang mengoreksi kalau sedang menggambar bersama. Saya hanya sering menanyakan apa yang sedang ia gambar dan mengapa warna yg ia pilih A bukan B. Ternyata kegiatan menggambar bersama sambil bercerita ini membawa pelajaran baginya (saat ia mengamati gambar dan warna karya gambar saya) bahwa jika mewarnai tidak boleh keluar garis. Itu salah satunya.
Tugas kita menemaninya belajar, kapan pun dan dimana pun. Semangat 💪🏼💪🏼💪🏼
#rizma42bulan #drawing #menggambar
#belajarsambilbermain #berceritadengangambar
#homeeducation #kidsactivity
______________________________________________________
______________________________________________________
Disclaimer: Tulisan ini sudah mengendap di draft sedari tahun lalu.
Ya setuju, kalau saya lebih suka mengajar anak membuat Doodle
BalasHapuspinternya si cantik...
BalasHapus