17 Oktober 2018

11 Cara Sukses Berkomunikasi dengan Anak


Bismillah, awal bulan September lalu kuliah bunda sayang sudah dimulai. Materi pertama yang saya dapatkan adalah materi komunikasi produktif. Karena saya merasakan manfaat luar biasa setelah menerapkan pola komunikasi produktif ini, saya merasa saya harus berbagi dengan ibu-ibu semua.

Jadi, setelah materi diberikan dalam perkuliahan (online), maka kami para mahasiswa bunda sayang IIP (Institut Ibu Profesional) diberikan tantangan selama 10 hari untuk menerapkan dalam keseharian kami. Dan bagi yang masih mau melanjutkan, bisa sampai 17 hari. Nggak ada penilaian sudah betul atau salah, tantangan ini hanya menjembatani ibu-ibu yang ingin terus belajar memperbaiki cara berkomunikasi dengan anak-anaknya.

Inti dari materi kuliah pertama ini adalah, bahwa komunikasi produktif itu adalah komunikasi yang berhasil, komunikasi yang sukses, komunikasi yang baik, di mana lawan komunikasi kita menerima pesan kita seperti apa yang kita inginkan. Atau dengan kata lain, bagaimana cara menyampaikan pesan kepada anak-anak agar mereka menerima pesan yang kita sampaikan.

Karena anak-anak memiliki gaya komunikasi yang unik. Mungkin mereka nggak memahami perkataan kita, tapi mereka nggak pernah salah meng-copy. Jadi, jangan sampai yang di copy adalah cara komunikasi yang buruk.

Itulah mengapa gaya bicara anak sering kali nggak jauh-jauh dari gaya bicara ibunya, atau bapaknya. Ya! Karena gaya bicara mereka adalah cerminan dari gaya bicara kita.
"Karena mereka bisa saja nggak memahami perkataan kita, tapi mereka nggak pernah salah meng-COPY"
Jadi, kitalah yang harus belajar bagaimana gaya komunikasi yang produktif dan efektif. Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi kita, orangtuanya.

Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orangtua. Sehingga sudah sangat wajar bila kitalah yang harus memahami mereka.

Nah, sebetulnya ada dua komunikasi yang dijelaskan dalam materi, yaitu komunikasi dengan pasangan, dan komunikasi dengan anak. Namun di sini saya akan sharing komunikasi dengan anak saja.


Lalu, bagaimana agar komunikasi kita dengan anak bisa sukses? Inilah 11 poin yang perlu kita lakukan bila berkomunikasi dengan anak.
  • Keep Information Short and Simple (KISS)
Pernah ngga kita mengatakan sesuatu yang intinya lebih dari satu aktivitas?
Misal, "Kak, habis mandi jemur handuknya, matikan lampunya, dan jangan lupa baju kotornya ditaruh di keranjang baju kotor." Ada berapa aktivitas dalam kalimat ini? Ya, 3 aktivitas sekaligus dalam satu pengucapan.
Ternyata penggunaan kalimat majemuk ini nggak produktif karena anak akan bingung "hah, tadi ibu bilang apa saja ya?"
Lebih baik diganti dengan kalimat tunggal yang jelas dan singkat, seperti "Kak, jangan lupa matikan lampunya ya." Baru setelah lampu dimatikan, ibu bisa melanjutkan dengan kalimat untuk menjemur handuk.
  • Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah
Dalam berkomunikasi, ada rumus 7-38-55.
Yang artinya bahwa keberhasilan komunikasi dipengaruhi oleh 7% aspek verbal (kata-kata), 38% intonasi suara, dan 55% bahasa tubuh.
Tapi apakah kita sudah mempraktikkannya?

Mari kita lihat kedua kalimat berikut:
Kalimat pertama: "Kak, ambilkan lap!" (tanpa senyum dan tanpa menatap wajah anak).
Kalimat kedua: "Nak, tolong ambilkan lap ya." (suara lembut, tersenyum, menatap wajah anak).

Mungkin kedua kalimat itu akan membuat anak mau mengambilkan lap untuk kita. Namun hasilnya akan berbeda, di mana dengan kalimat pertama anak akan mengambilkan lap dengan wajah cemberut dan dengan kalimat kedua anak akan mengambilkan lap dengan senang hati.

Mau pilih yang mana? :)
  • Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan
"Kak, ibu kan nggak pengin kamu nonton TV terus sampai lupa sholat." Kalimat ini nggak produktif, karena ibu mengatakan apa yang nggak ibu inginkan. Bisa jadi anak bingung, ibu nggak pengin aku nonton TV tapi penginnya apa ya?
Sedangkan kalimat: "Kak, ibu pengin kamu sholatnya tepat waktu" merupakan kalimat produktif, karena sekali anak mendengar kalimat ini, akan paham keinginan ibu bahwa ia seharusnya sholat tepat waktu.
  • Fokus ke depan, bukan masa lalu
Ketika anak mengalam sesuatu yang buruk, misalnya anak jatuh karena lelarian, biasanya orang tua spontan mengatakan: "Tuh kan, ibu bilang juga apa, kamu sih nggak nurut sama ibu. Kan tadi ibu sudah bilang jangan lari." atau kalimat sejenisnya. Padahal alangkah baiknya bila ibu mengatakan: "Sepertinya sakit ya nak, sini ibu lihat lukanya." kemudian berdiskusi bagaimana agar di lain waktu anak nggak jatuh lagi.

  • Ganti kata "tidak bisa" menjadi "bisa"
Otak kita akan bekerja sesuai kosa kata. Jika kita mengatakan “tidak bisa” maka otak akan bekerja
mengumpulkan data-data pendukung faktor ketidakbisaan tersebut. Setelah semua data faktor
penyebab ketidakbisaan kita terkumpul, maka kita malas mengerjakan hal tersebut yang pada
akhirnya menyebabkan ketidakbisaan sesungguhnya. Begitu pula dengan kata “BISA” akan
membukakan jalan otak untuk mencari faktor-faktor penyebab bisa tersebut, pada akhirnya kita
BISA menjalankannya.

  • Fokus pada solusi, bukan masalah
Hampir sama dengan poin sebelumnya. Bila anak melakukan menemui masalah, alangkah baiknya kita mencari solusi bersama atas permasalan yang anak alami. Bukan malah mencari alasan kenapa bisa terjadi masalah tersebut, apalagi mencari-cari kesalahan si anak.

  • Jelas dalam pujian dan kritikan
Berikanlah pujian dan kritikan dengan menyebutkan perbuatan/sikap apa saja yang perlu dipuji
dan yang perlu dikritik. Bukan hanya sekedar memberikan kata pujian dan asal kritik saja. Misalnya: Good job! Hebat! atau "Duh, ngeselin banget sih kamu ini." Namun tambahkan perbuatan/sikap yang sudah dilakukan anak. Jadi, pujian/kritiknya akan berubah menjadi: "Kamu hebat, sudah mau meminjamkan mainan ke teman. Makasih ya." atau "Kak, ibu kurang suka dengan sikap kakak yang memotong pembicaraan ibu dengan tamu ibu tadi, tolong lain kali diperbaiki ya." Sehingga kita mengkritik sikap/perbuatannya bukan mengkritik pribadi anak tersebut.

  • Ganti nasihat menjadi refleksi pengalaman
"Tuh kan ketinggalan PR-nya, kan ibu sudah bilang kalau malam siapkan isi tas biar nggak ada yang ketinggalan." Kalimat ini nggak produktif, dan akan menjadi produktif bila diganti menjadi refleksi pengalaman; "Ibu dulu pernah ketinggalan PR seperti kakak, rasanya sedih dan kecewa, karena itu ibu selalu siapkan isi tas di malam hari sebelumnya kak."

  • Ganti kalimat interogasi dengan pernyataan observasi
"Kak ngapain aja tadi di sekolah?"
"Terus main sama siapa aja?"
"Main apa aja tadi?"
Dan sebagainya, persis seperti pewawancara atau pun penyidik. XD
Biasanya anak akan menjawab "nggak tahu" atau kalimat singkat lainnya. Akan lebih produktif bila diganti dengan pernyataan observasi seperti:
"Wah, ibu lihat matamu berbinar sekali siang ini, sepertinya menyenangkan ya di sekolah?"
Biasanya kalimat ini akan menghasilkan anak yang bercerita panjang lebar karena merasa dimengerti oleh orang tua.

Sebelumnya saya sudah menuliskan tips tentang agar anak bercerita di sini.

  • Ganti kalimat yang menolak /kalimat yang mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati
"Duh masa baru segitu udah capek?"
Sering sekali rasanya mendengar kalimat ini ya? Padahal lebih produktif bila diubah menjadi "Wah, kakak sepertinya capek banget ya?" sehingga anak merasa kalau orang tua mengerti apa yang sedang ia rasakan.

  • Ganti perintah dengan pilihan
Saat keluarga merencanakan pergi dan waktu keberangkaran sudah mepet (misalnya setengah jam lagi) dan anak belum mandi, otomatis terlontar kalimat "Mandi sekarang kak!" atau "Cepetan mandi, kak!"
Anak biasanya malah nggak mau mandi dan ibu akan lebih keras lagi usaha dan suaranya untuk panggilan kedua. Lebih produktif bila diubah menjadi:
"Kak, 30 menit lagi kita akan berangkat, mau melanjutkan main 5 menit lagi, baru mandi, atau
mandi sekarang, kemudian bisa melanjutkan main sampai kita semua siap berangkat."

Kalau saya, ditambah dua poin lagi, sejajarkan posisi kita dengan anak (mata kita lurus dengan mata anak); dan gunakan bahasa tubuh yang sesuai. 

Nah, selesai sudah saya sharing materi komunikais produktif dengan anak-anak.
Mau ikutan tantangan sepeti saya?
Yuk praktikkan kesebelas cara ini dalam minimal 10 hari berturut-turut!
In sya Alloh akan terlihat hasil yang berbeda dari sebelumnya :)

Semangat belajar untuk lebih baik ^.^


1 komentar:

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.