27 September 2019

Parental Coaching Dalam Membersamai Ananda



Bismillahirrokhmanirrokhim...

Alhamdulillah sinar mentari pagi di rooftop mendukung saya untuk menulis tentang "parental coaching" yakni semacam teknik untuk membimbing anak agar melihat masalah lebih jernih
sehingga anak dapat dengan sadar menemukan solusi atas masalah yang sedang dihadapinya. Teknik ini saya temukan dalam buku Enlightening Parenting dan sharing para alumninya.

Oke! Langsung saja, saya mau sharing kejadian semalam. Ketika adzan maghrib berkumandang dan saya baru saja sampai rumah mendapati Rizma -anak pertama saya, 6 tahun 6 bulan- yang masih tertidur di kamarnya. Saya pun berhasil membangunkannya tanpa kesulitan dan 'ngambek' dengan bantuan hadiah yang saya bawa. Alhamdulillah.....

Selanjutnya, tentu saja waktu saya sedikit karena belum sholat maghrib, Rizma belum mandi, dan ada jadwal qiroati ba'da maghrib. 

Singkat cerita, Rizma mau mandi setelah diberi pilihan mandi sekarang atau mandi 5 menit lagi dan sedikit negosiasi serta bantuan papahnya yang nggak lama datang setelah saya selesai mandi dan sholat maghrib.

Kemudian, saat mau bersiap-siap berangkat qiroati ke rumah tetangga, tiba-tiba Rizma ngambek -pkus mewek dan manyun- nggak mau ngaji padahal waktunya semakin mepet. Kalau saya belum belajar dari buku Enlightening Parenting, mungkin saya akan sama dengan orang dewasa lain di rumah saya: menyuruhnya berhenti menangis dan segera memakai jilbab, lalu berangkat qiroati. 

Tapi, bisa ditebak, anak sedang ngambek cemberut dan kluar air matanya karena nggak mau ngaji disuruh diam dan ngaji tentu saja nggak gampang!

Tarik nafas, bismillah, lakukan parental coaching. Percakapan berikut pun terjadi (sudah disederhanakn bahasanya nggak 100% sama yah dengan yang semalam)

👧 : "Aku nggak mau ngaji."

🧕 : "Oh.... memangnya apa yang membuat Rizma nggak mau mengaji?"

👧 : "Aku nggak mau ngaji terakhir."

🧕 : "Oh... gitu. Memangnya Rizma malam ini pasti terakhir ngajinya?"

👧 : "Iya, semuanya udah dateng."

🧕 : "Oh... tapi Malaikat tetep mencatat pahala buat Rizma loh meski ngaji urutan ke-5. Sama aja, urutan ngaji ke-1 juga dicatat dapet pahala sama Malaikat."

👧 : "Tapi aku nggak mau terakhir ngajinya!"

🧕 : "Kalau gitu, kira-kira apa yang bisa Rizma lakukan biar nggak terakhir ngajinya?"

👧 ...mikir...

🧕 : "Rizma inget nggak, pas minggu lalu Rizma habis maghrib sama Adek semangat berangkat ngaji ke rumah abang?"

👧 ...mengingat kejadian...

🧕 : "Waktu itu Rizma ngajinya ke berapa?"

👧 : "Kedua."

🧕 : "Gimana rasanya kalau ngaji urutan kedua?"

👧 ...mulai reda ngambeknya...

🧕 : "Seneng nggak?"

👧: "Seneng."

🧕 : "Nah, hebat loh cara yang Rizma lakukan waktu itu. Sekarang Rizma sudah tahu belum caranya biar Rizma nggak ngaji terakhir seperti hari ini?"

👧 : "Budenya kalau siang nyuruh Rizma tidur, jadinya kan aku nggak bisa main dan mandi sore."

🧕 : "Ooooooh..... Jadi, menurut Rizma harusnya bagaimana?"

👧 : "Nggak usah tidur siang biar aku sore bisa mandi, jadinya aku bisa berangkat ngaji lebih awal biar ngajinya nggak terakhir."

🧕 : "Ooooh gitu.... Maafin bunda yah kalai tadi siang pas nelpon Rizma, mengiyakan agar Rizma tidur siang dulu. Jadi, mulai besok, kalau malamnya ada ngaji, Rizma siangnya nggak usah tidur?"

👧 : "Iya."

🧕 : "Oke, nanti bunda bilang sama bude yah biar sepakat tentang ini."

👧 ...tenang dan lega mungkin....

🧕 : "Tapi, Rizma janji ya sama bunda. Kalau nggak tidur siang, pas maghrib harus sudah mandi dan makan sore dan memakai pakaian ngaji ya. Jadi habis sholat maghrib langsung berangkat ngaji deh."

👧 ....menganggukkan kepala....

Alhamdulillah, meski butuh waktu yang nggak sebentar untuk melakukan parental coaching ini, tujuan saya untuk memahami apa yang Rizma rasakan dan membantunya menemukan solusi agar masalah nggak berulang telah tercapai. Rizma pun akhirnya mengusap air matanya dan berangkat mengaji diantar oleh saya.

Selama mempraktekkan parental coaching ini, seharusnya saya memilih tempat yang sepi dari 'gangguan' agar Rizma bisa fokus dengan saya. Karena semalam, sedang banyak orang di rumah, yang masih mengeluarkan kalimat "ayo cepetan", "kalau diajak ngobrol tambah lama nanti tambah telat ngajinya" dan kalimat sejenisnya. Hal ini sangat menantang saya agar tetap fokus pada Rizma dan nggak terpancing emosi.

Puji Syukur Alhamdulillah semalam prosesnya sukses. Terima kasih ya Alloh atas kemudahan yang Engkau berikan pada kami.

Dari sharing di atas, ada 5 prinsip yang harus digunakan untuk mencapai keberhasilan komunikasi seperti yang saya lakukan kepada Rizma ini. Merujuk pada buku The Secret of Enlightening Parenting, 5 prinsip itu adalah :

Selesaikan emosi (emotional state)
Dalam hal ini, orang tua jangan sampai terbawa emosinya saat akan melakukan parental coaching. Namanya emosi kan menular, umumnya kalau anak sedang dalam emosi negatif, orang tuanya ikut-ikutan emosi. Padahal seharusnya orang tua berada pada kondisi emosi netral saat akan berkomunikasi dengan anak.

Tentukan tujuan, dan fokus pada tujuan itu
Pada kasus di atas, tujuan saya adalah membantu Rizma agar melihat bahwa mengaji di urutan terakhir itu nggak apa-apa serta membantu Rizma menemukan solusi agar selanjutnya nggak ngaji di urutan terakhir jika memang dia nggak mau kondisi seperti itu.

Rapport building atau membangun kedekatan
Karena bagaimana pun, anak nggak akan percaya untuk bercerita kepada orang tua jika orangtuanya hanya menyuruh anak diam dari tangisan saat tanpa mau mencoba memahami apa yang dirasakan anak? Misalnya, kalau anak terlihat kesal, orang tua berempati dan menawarkan minuman agar anak merasa lebih nyaman dari sebelumnya.

Gunakan ketajaman indera
Orang tua harus peka dengan apa yang kira-kira sedang dialami anak, dan segera temukan solusi agar emosinya kembali netral. Seperti kejadian semalam, saya memperhatikan dengan jelas raut wajah Rizma, kegelisahan dan ketenangan saat dia berbicara, sehingga saya tahu kapan harus berkata A, B, C, dan seterusnya.

Kreatif
Selama proses komunikasi dengan anak, orang tua harus kreatif dalam memilih diksi maupun memancing anak agar mau bercerita tentang apa yang dirasakannya.
Contohnya, saya menggunakan kata "Apa yang membuat Rizma nggak mau ngaji?" dari pada "Kenapa Rizma nggak mau ngaji?"
Karena pada kenyataannya kata tanya kenapa hanya akan memunculkan 1001 alasan.

Demikian keseluruhan sharing dari saya, semoga bermanfaat ya...

***

-BundaRizmaHanum-
ditulis di rooftop salah satu gedung di Tomang Raya sambil berjemur 
07.30 sampai selesai



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.