12 Agustus 2019

#5 Peran Ayah dalam Pengasuhan untuk Membangkitkan Fitrah Seksualitas


Bismillah...

Setelah sabtu kemarin temanya perang orang tua dalam membangkitkan fitrah seksualitas, hari ini tema diskusi bersama peer grup 4 (PG 4) mengerucut ke peran ayah saja.

Diskusinya sangat seru, bahkan sebelum jam diskusi dimulai. Materi diberikan sebelum pukul sembilan pagi. Dan sejak saat itu para mahasiswi kelas bunsay sudah sangat antusias berbagi
pengalaman masa lalunya maupun berbagi bagaimana tips dan trik untuk forward materi yang apik di tema ini kepada para suami.

(Sampai diskusi belum mulai -pukul 14.00- chat sudah menumpuk ratusan).

Hehehe... karena ternyata masih banyak para ayah di luar sana yang kurang terlibat dalam proses pengasuhan. Sedih ya, padahal kata Ustadz Aad kelak di akhirat yang ditanya tanggung jawab pendidikan anak adalah sang ayah.

Baik, dari pada melebar kemana-mana, sebelumnya mari kita berterima kasih kepada ayah kita, dan bukakanlah pintu maaf untuknya bila mereka ada kesalahan masa lalu pada kita, anaknya. Dan, mari kita bantu para suami kita dalam menjalankan amanah besar dari Alloh untuk memimpin keluarga kecil kita.


Say thanks to our lovely hubby. Karena menurut saya, bila mereka ada yang terlihat cuek dalam pengasuhan, bisa jadi kita andil di dalamnya. Kita mungkin sering mendominasi peran dalam pengasuhan, mungkin terlalu cerewet dan menggurui, kurang kreatif dalam sharing ilmu pengasuhan yang dipelajari, atau mungkin kurang doa?

Apapun itu, yuk mulai sekarang atur kembali apa yang masih kurang. Mari gandeng tangan dan hati suami dalam melangkah lagi ke depan. Tak perlu ragu untuk ucapkan maaf atas kesalahan yang mungkin kita tak menyadarinya.


Okay....

Mari kita lanjutkan ke review.

Pada diskusi peran ayah ini, beberapa catatan penting di luar materi.

Pertama, bahwa pembentukan visi misi keluarga itu berdampak pada fitrah seksualitas anak. Bukan Hanya menyangkut fitrah ini saja, melainkan bahwa keluarga yang hampa dari nilai, tanpa visi misi disebut menyalahi kekhalifahannya di muka bumi (sumber buku Fitrah Based Education, Harry Santosa).

Jadi penting untuk menentukan visi misi pernikahan, visi misi keluarga, yang dalam hal ini merupakan tugas seorang lelaki setelah menikah dan/atau sudah punya anak.

Contoh terbaik yang dapat kita ambil adalah keluarga Nabi Ibrohim, Bapak para an(m)biya, Bapak para Nabi. Misi hidupnya adalah ... "Jadikanlah keturunanku sebagai "Muttaqiina imaama", pemimpin bagi orang yang bertaqwa. Dan visi inilah yang menjadi produktivitas keluarga Nabi Ibrohim AS.

Ayah adalah LEADER, one who knows the way, shows the way, goes the way, dan mampu mengkomunikasikan dengan baik (clear communication) "Visi misiku" menjadi "Visi Misi Kita".

Dan tugas kita sebagai ibu adalah membantu para ayah dalam mengejawantahkan visi misi itu sekaligus sebagai pelaku dari terwujudnya visi misi tersebut.


Kemudian, bagaimana menyusun visi misi keluarga menjadi bahasan selanjutnya. PG 4 banyak mengambil sumber dari buku FBE yang memang lengkap dalam mengupas materi ini.

Selanjutnya, PG 4 juga sharing bagaimana jika ada keluarga yang terlanjur peran ayahnya diambil alih oleh ibu. Karena mungkin banyak ya kasus seperti ini. Yang parah adalah sampai kepada masalah "mommy hater" yang telah merajalela di kalangan remaja. Na'udzubillah min dzalik 😢

Jadi, perlu banget dalam kasus keluarga seperti ini untuk "Ibu mundur sebentar", beri kesempatan pada ayah untuk menjalankan perannya. Ibu habiskanlah banyak waktumu dengan anak-anak dengan cara menyenangkan. Hindari selalu kesalahan-kesalahan pengasuhan yang pernah diperbuat, dan perbanyak diskusi dengan suami.



Sampai sini, aku mbrebes mili atas semua kebaikan suami saya dalam pengasuhan anak-anak kami. Semoga Alloh selalu memberikan pertolongan, petunjuk, kemampuan, dan kemudahan pada kita. Aamiiin ❤

Materi PG 4 ini dapat diambil pelajaran untuk kita para ibu, agar tidak saling tertukar dan terbalik dengan para ayah. Kembalilah pada fitrah masing-masing. Ibu sosok pembawa feminitas, ayah sosok pembawa maskulinitas. Jangan terbalik, dan jangan diborong 😁


Terakhir, diskusi ditutup dengan sharing para peserta yang ternyata banyak yang rela mengenyampingkan dating berdua dengan suami asalkan kelak nggak ada hutang pengasuhan pada anak. Jadi, pas anak-anak sudah besar barulah dating berdua dengan suaminya. Hmmm, kalau ini subjektif yah. Yang pasti kita jangan sampai lupa merawat cinta sampai kapan pun. Baik cinta kepada suami maupun cinta kepada anak-anak.

Sebagai penutup, ada yang menurut saya patut dishare ulang, yaitu catatan dari mak mita:

Ijin berbagi tugas level kmrin ya mak mb🤗
Aku merasa seperti Petani kemarin saat mengantar anak - anak sekolah lagi. Apalagi saat melihat Ghifari. Percaya diri & happy jadi anak SD

Petani itu saat tanamannya baru tumbuh saja sudah merasa bahagia padahal masih jauh masa memanen. Saat hujan turun padahal belum menanam

Aku ingin punya kebun buah dengan pohon - pohon yang besar, kuat, rindang - sejuk udaranya untuk kita duduk dibawahnya dan manis buahnya
Mengasuh & mendidik anaknya katanya seperti menyemai benih dan bagaimana memeliharanya

Setelah bibit pohon sudah ditanam, kita tidak bisa begitu saja membiarkan pohon - pohon itu tumbuh sendiri. Tidak. Kita harus telaten merawatnya dengan menyiraminya setiap hari agar tanaman tetap segar dan tidak layu.

Kita juga harus rajin memberi pupuk dan menyiangi rumput-rumput liar yang sering ikut tumbuh di sekitar tanaman / pohon. Kita juga harus sering-sering memantau perkembangannya, kalau-kalau ada tangkai atau batangnya yang patah atau tersayat. Jika tanaman itu masih kecil kita perlu melindunginya dengan memasang pagar mengeliling, sebab kalau tidak, khawatirkan ada binatang yang merusak atau terinjak oleh kaki-kaki manusia. Kita harus memberikan waktu untuk fokus pada pertumbuhan pohon, agar pohon tersebut tumbuh subur dan berbuah lebat.

Ayo kita didik anak-anak baik - baik sekarang. Mari bekerja keras belajar menjadi orang tua yang Sholih dan baik untuk mereka. Semoga Allah mengijinkan kita menuai hasil panen kita dengan buah yang manis. Anak - anak yang Sholih, mandiri kuat, cerdas penuh kemanfaatan bagi umat. Sebelumnya mari kita genapkan ikhtiar kita sekuat tenaga, fikir dan doa.


Pondok Ranji, 12 Agustus 2019/ 11 Dzulhijjah pukul 23.50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.