20 November 2012

Pulang Kampung (1)

Pekan lalu adalah long weekend di bulan November.
Setelah weekend sebelumnya menghadiri walimatul 'ursyi ani dan abang Firman, kami pulang ke Ponorogo, tempat mertuaku. Bagaimana tidak kangen? Lebaran kemarin kami tidak jadi pulang karena saran dokter kandungan terkenal di salah satu RS terkemuka di Bintaro. Walaupun harus kehilangan 75% dari uang tiket yang sudah kami bayar, yang penting calon baby kami sehat-sehat sampai sekarang.

Nah, pada kepulangan kali ini, selain ingin mengunjungi orang tua, kami memang merencanakan untuk menangani benjolan-benjolan kecil yang ada ditangan suamiku, mungkin harus operasi. Belum tau sih, karena itulah malam pertama disana kami segera memeriksakan benjolan-benjolan yang orang Jawa sebut dengan uci-uci itu. Ya! Begitu diperiksa, mbak Sri (masih saudara dengan mertuaku, perawat) langsung menelepon salah satu dokter di RS tempat ia bekerja. Seusainya menelepon, kami diminta untuk segera menemui dokter spesialis bedah yang bernama dr. Ido di tempat praktiknya. Segeralah kami menuju tempat prakteknya, dan disana lama sekali antre. Ughhhh...


Sebenarnya aku sangat lelah, aroma obat, dan banyak orang sakit membuatku tak betah duduk menunggu giliran suamiku dipanggil. Ah, tapi semua itu harus kunomerduakan lantaran aku ingin menemani suamiku. Walaupun saat itu yang antre hanya aku dan mamahnya. Karena suamiku pulang mengantar papah dan adik perempuannya. Aku sih ditawarin untuk ikut pulang juga, tapi masa iya? Ibunya saja rela meluangkan waktunya untuk anaknya, masa aku? istrinya malah pulang dan istirahat dirumah? Memang lagi hamil, tapi ini kesempatan langka bukan? Belum tentu di lain waktu aku bisa menemani suamiku berobat.
Waktu terus berjalan, dan giliran suamiku pun tiba. Kami masuk ruangan dr. Ido

dr. Ido : Kenapa, mas?
Mama : Ini dok, yang tadi mbak Sri telepon, katanya disuruh kesini biar diperiksa dokter
dr. Ido : Ooo... ya ya ya, coba mas, saya lihat dulu tangannya.

Dokter memeriksa tangan suamiku dan memegang bagian yang benjol-benjol itu. "Ini gak papa sih, gak bahaya, tapi kalo semakin gede ya bisa menekan otot, makanya sering timbul nyeri," kata dokter. Kemudian menghitung jumlah benjolannya,
satu, dua, tiga, empat, lima...
Ada lima di tangan kanan.
Dan ada satu di tangan kiri, tapi kecil.

dr. Ido : Gimana mas? mau diambil semua? mau sekarang?
Masku : Kalo sekarang gimana, dok?
dr. Ido : Yaaa, bisa langsung mas, mau bius lokal atau bius total?
Masku : Hmmm, kira2 sakit gak dok kalo bius lokal
dr. Ido : Yaaa kalo masnya kuat ya gak sakit, tapi yaki...n??? ini lima lho, deal mau diambil semua?
Masku : (bingung) Bismillah...
dr. Ido : Deal yah... (salaman)

Akhirnya dokter menyarankan agar kami memeriksakan dulu ke Lab. agar besok pagi sudah bisa langsung dioperasi di RS untuk diambil uci-ucinya. Dan mulai jam 00.00 suamiku diminta untu puasa.
Kami pun pergi ke tempat lain untuk menemani suamiku periksa darah di Lab. Pramika
Disana antre lagi. Tapi tak terlalu lama sih, dan aku memerhatikan dari luar pintu ketika suamiku sedang disuntik tangannya untuk diambil sampel darahnya. uuuuuugh ngeri! Aku kan takut disuntik.
Malam pun sudah semakin larut, laparlah aku dan calon baby_ku. Suamiku memang sudah membawakan minum untukku, tapi tetap saja lapar. Pulang dari Lab, kami mampir ke tukang bakmi untuk membeli bakmi. Sampai rumah pun kami menyantap bakmi itu, meski hanya sedikit sekali yang masuk ke perutku, maafin bunda, nak...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca postingan ini :) silakan tinggalkan jejak di sini. Maaf ya, spam&backlink otomatis terhapus.